Hukum Jaminan Hipotek


                                               BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.
Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai : Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.Pasal 1168 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut sebagai berikut :
Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    ISTILAH DAN PENGERTIAN HIPOTEK
Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan utang dimana barang tanggungan tidak dipindahkan kedalam tangan orang yang mengutangkan tetapi barang itu selalu dapat diminta/ dituntut meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain apabilaorang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya dalam bahasa  Belanda terjemahannya adalah onderzetting dalam bahasa Indonesia adalah pembebanan. Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai arti “Pembebanan”Tetapi hypotheca seperti yang dimaksud di atas tidak sama persis dengan hipotik yang dikenal sekarang karena hipotik hanya untuk barang yang tidak bergerak saja sedangkan hypotheca meliputi jaminan benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak. Namun kesamaannya baik dalam bahasa hukum di Indonesia maupun di Nederland istilah  hypotheek ini telah diambil alih untuk menunjukan salah satu bentuk jaminan hak atas tanah.
Sedangkan Menurut Pasal 1162 B.W, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.
Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.
Berdasarkan bunyi-bunyi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan hipotik adalah sebagai berikut:
a       Harus ada benda yang dijaminkan .
b       Bendanya adalah benda tidak bergerak.
c       Dilakukan oleh orang yang memang berhak memindah tagankan benda jaminan.
d       Ada jumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yang ditetapkan dalam suatu akta.
e      Diberikan dengan suatu akta otentik.
f       Bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan pelunasan hutang saja.
Namun jika hutangnya bersyarat ataupun jumlahnya tidak tertentu, maka pemberian Hipotik senantiasa adalah sah sampai jumlah harga takiran, yang para pihak diwajibkan menerangkan di dalam aktanya (Pasal 1176 ayat (2)) KUH Perdata.

2.2    DASAR HUKUM HIPOTEK
Setelah adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah, ketentuan-ketentuan hypoteek mengenai Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah tidak berlaku lagi. Ketentuan-ketentuan mengenai Hypotheek dalam buku II BW masih berlaku terhadap kapal yang berukuran 20 m3 keatas yang didaftar dalam register kapal. Dasar hukum:
1.     Pasal 1162 s.d 1232 BW
2.     WvK Pasal 314 s.d 315 Wrtboek van Koophandel/KUHD
3.     UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
Hak jaminan hipotik dapat ditemukan dalam Buku II KUHPerdata Bab Kedua puluh satu Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232.
Terhadap hipotik, ketentuan hipotik yang diatur dalam Pasal 314 ayat 4 dan Pasal 315 a, b, c  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang merupakan lex spesialis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maka apabila Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengaturnya secara khusus, semua ketentuan hipotik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetap berlaku.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.” Dari rumusan tersebut dapat dikatakan bahwa hipotik merupakan hak kebendaan atas benda tidak bergerak yang timbul karena perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang harus diperjanjikan terlebih dahulu. Hipotik sebagai hak kebendaan hanya terbatas pada hak untuk mengambil penggantian dari benda tidak bergerak bersangkutan untuk pelunasan suatu perikatan saja.

2.3    SUBJEK HIPOTEK
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga. Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik
Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
·           Badan-badan pemerintah
·           Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
·           Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
·           Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri

2.4    OBJEK HIPOTEK
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan hipotik ialah:
1.       Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak
2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
3.      Hak numpang karang dan hak guna usaha dan hak usaha (erfpactt, identik dengan ak guna usaha).
4.      Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil tanah dalam wujudnya.
5.      Bunga sepesepuluh
6.      Pasar-pasar yang di tentuin oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
Objek hipotik di luar dari pada Pasal 1164 KUH Peradata, yang dapat di bebani hipotik adalah :
1.       Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak Milik Bersama Bebas (Vrije Mede Eigendom).
2.       Kapal-kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat KUH D agang.
3.       Hak Konsensi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Minjwet.
4.       Hak Konsensi menurut S. 1918 No. 21 Jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan Hipotik. Dan lain-lain
Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:
1.       Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)
2.       Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
3.       Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)

Adapun benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan yaitu:
1.       Tanah beserta bangunan
Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan atas semua tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan berikut seperti: Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang, bangunan hotel, bangunan losmen dan lain sebagainya.
2.      Kapal laut yang berukuran 20 m3 isi kotor ke atas.
Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa: “Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa: “Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kappa-kapal yang sedang dibuat dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik

2.5    SIFAT HIPOTEK
Adapun sifat-sifat hipotik yaitu:
1.       Hipotik merupakan perjanjian yang accessoir
Bahwa perjanjian hipotik itu merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam mengganti (kredit), sehingga perjanjian hipotik itu tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok tersebut.
2.     Hipotik ini tidak dapat dibagi-bagi
Bahwa hipotik itu akan selalu melekat sebagai jaminan sampai hutang yang bersangkutan seluruhnya dilunasi oleh debitur.
3.       Hipotik bersifat zaaksgevolg (droit de suitei)
Bahwa  hak hipotik akan selalu melekat pada benda yang dijaminkan dimanapun atau pada siapapun benda tersebut berada atau hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata 
4.     Droit de Preference
Hipotik mempunyai sifat lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya atau seorang mempunyai hak untuk didahulukan pemenuha piutangnya di antara orang berpiutang lainnya (Pasal 1133,1134 ayat (2) KUH Perdata). Di sini hak jaminan kebendaan tidak berpengaruh oleh kepailitan ataupun oleh penyitaan yang dilakukan atas benda yang bersangkutan.
5.     Sifat terbuka untuk umum (openbaarheid).
6.     Sifat mengandung pertelaan (specialteit).
7.     Sifat mengenal pertingkatan/perin

2.6    ASAS-ASAS HIPOTIK
Dalam buku Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah karangan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menjelaskan mengenai asas-asas hukum yang penting dibuat dalam hipotik ialah:
1.            Asas Publiciteit (Openbaarheid)
Asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan di dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga/ umum. Mendaftarkannya ialah ke Seksi Pendaftaran Tanah. Yang didaftarkan ialah akte dari Hipotik itu atau Asas Publiciteit berarti bahwa pengikatan Hipotik harus didaftarkan dalam Register umum agar masyarakat khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya. Pendaftaran yang dimaksud adalah pendaftaran akte Hipotik pada Pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional (dulu disebut Kantor Kadaster Seksi Pendaftaran Tanah). Namun setelah berlakunya UUHT otomatis Hipotik tidak lagi didaftarkan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional.
2.            Asas Specialiteit
Asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Benda-benda tak bergerak yang mana terikat sebagai tanggungan.
Misalnya: Benda-benda yang dihipotikkan itu berwujud apa, di mana letaknya, berapa luasnya/besarnya, perbatasannya.
3.            Asas tak dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid)
Berdasarkan: Pasal 1163 ayat (1) Kitab Undang-Undang Perdata menetapkan bahwa Hipotik tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut tidak dibagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari Hipotik, artinya jika benda yang dibebani Hipotik lebih dari satu maka Hipotik tadi tetap membebani masing-masing benda tersebut dalam ini berarti bahwa hipotik itu membebani seluruh objek/benda yang dihipotikkan dalam keseluruhannya atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-benda bergerak. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang tidak mengurangi/meniadakan sebagai dari benda yang menjadi tanggungan.

2.7    ISI AKTE HIPOTIK
Isi dari pada akte hipotik itu pada umumnya dibagi menjadi 2 bagian;
1.     Isi yang bersifat wajib
Berisi hal-hal yang wajib dimuat, misalnya tanah itu harus disebutkan tentang letak tanah yang bersangkutan, luasnya jenis dari tanah tersebut (sawah, tegalan, pekarangan dan sebagainya), status tanah, subur atau tidaknya,  daerah banjir atau bukan dan sebagainya. Kalau misalnya mengenai bangunan, maka harus disebutkan tentang letak bangunan, ukuran bangunan, model/jenis bangunan, konstruksi bangunan serta keadaan/kondisi bangunan (Pasal 1174 KUH Perdata).
2.     Isi yang bersifat fakultatif
Tentang hal-hal yangboleh dimuat atau tidak dimuat di dalam akte tersebut. Dan ini biasanya berupa janji-janji/bendingan antara pemegang dan pemberi hipotik, seperti janji untuk menjual benda atas kekuasaan sendiri, janji tentang sewa, janji tentang asuransi dan sebagainya. Namun meskipun janji-janji/bendingan tersebut merupakan isi akte hipotik yang bersifat fakultatif, pada umunya selalu dicantumkan pada akte hipotik tersebt. Hal ini dilakukan dengan maksud agar bila dikemudian hari timbul hal-hal yang tidak diharapkan sudah jelas pembuktiannya.

2.8    JANJI-JANJI DALAM HIPOTEK
Di dalam perjanjian Hipotik lazim diadakan janji-janji yang bermaksud melindungi kepentingan Creditur supaya tidak dirugikan. Janji-janji demikian harus tegas-tegas dicantumkan dalam akte Hipotik, yaitu
1.     Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri
Pemegang hipotik yang pertama diberi kemungkinan untuk minta ditetapkan suatu jani bahwa pemegang hipotik diberi kekuasaan yang tidak dapat dicabut kembali untuk menjual benda yang dihipotikkan atas kekuasaan sendiri tanpa perantaraan Pengadilan, manakala debitur tidak memenuhi kewajiban. Dengan syarat bahwa penjualan benda itu setelah dikurangi dengan piutangnya dikembalikan kepada debitur.
Dalam ilmu pegetahuan pernah ada persoalan dan selisih pendapat antara pengarang yaitu mengenai soal apakah pada pelaksanaan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri itu disitu ada perwakilan atau tidak. Artinya bertindaknya kreditur untuk menjula benda-benda yang dihipotikkan itu mewakili debitur atau melaksanakan haknya sendiri
Penjualan yang dilakukan oleh pemegang hipotik yang pertama yang melaksanakan ketentuan pasal 1178 ayat 2 KUH Perdata itu bertindaknya sebagai kuasa dari eigenaar atau menjual atas haknya sendiri? Pendapat pertama disebut mandaatstheorie, pendapat kedua disebut leer der vereenvoudigde executie.
Ditekankan disini pada kata “vereenvoudigde” sebab disini tidak merupakan executie yang sesungguhnya melainkan pelaksanaan/singkat. Para pengarang pada umumnya mengikuti executie therie, sedangkan HR dalam rentetan Arrest-arrestnya mengikuti mandaats theorie.
Menurut Scholten dikatakan bahwa pelaksanaan janji yang demikian itu tidak ada perwakilan. Sebab menurut Scholten ukurannya untuk adanya perwakilan harus ada kepentingan antara si wakil dan yang diwakili. Pada penjualan itu disitu tidak ada kepentingan dari debitur. Kreditur bertindaknya bukan untuk kepentingan debitur melainkan melaksanakan haknya sendiri, bahkan mungkin bertentangan dengan kehendak debitur. Barang siapa melaksanakan haknya sendiri terhadap benda orang lain selalu menjalankan akte notaries seperti menjalankan keputusan hakim.
Menurut Eggens, dan ini juga diikuti oleh Hoge raad dalam arrest-arrestnya berpendapat bahwa pada pelaksanaan janji yang demikian itu, di situ terdapat perwakilan. Kreditur bertindak menjual barang-barang itu mewakili debitur. Yaitu ternyata dari adanya Volmacht/kuasa dan merupakan onherroepelojk volmacht yaitu kuasa yang tak dapat ditarik kembali sebagaimana menurut ketentuan pasal 1178 ayat 2 KUH Perdata.
Menurut Eggens ukuran untuk adanya perwakilan cukup asal kreditur mempunyai kewenangan untuk menetapkan kedudukan hukum orang lain. Yang menjadi persoalan lagi dalam pelaksanaan “beding van eigen machtige verkoop” ialah bahwa menurut ketentuan Undang-undang groosse akte hipotik mempunyai kekuatan eksekutorial artinya jika debitur tidak memenuhi kewajibannya, kreditur dapat melakukan eksekusi atas barang-barang jaminan secara langsung tanpa campur tangan pengadilan namun prakteknya bank minta campur tangan pengadilan. Kenyataanya dalam praktek sering juga terjadi debitur berusaha mengulur-ulur pemenuhan kewajiban dengan jalan/alas an menunggu keputusan pengadilan dan dengan demikian terbuka kemungkinan untuk masih dapat mengulur waktu lagi dengan jalan naik banding.[16]
Mengenai masalah eksekusi dalam hal debitur ini dalam praktek perbankan sering terjadi procedure sebagai berikut: mula-mula ditempuh jalan damai yaitu debitur disuruh menjual sendiri barang-barang jaminan itu dengan pengawasan dari bank kemudian pembayaran harga barang-barang tersebut harus dilakukan di bank. Jika jalan damai demikian sulit ditempuh maka bank menyerahkan persoalan ke Pengadilan atau PUPN.

2.     Janji tentang sewa (huurbeding)
Pemegang hipotik dapat minta ditetapkan suatu janji yang membatasi pemilik tanah (pemberi hipotik) dalam hal menyewakan tanahnya, yaitu harus seizing pemegang hipotik, atau hanya dapat menyewakan selama waktu tertentu, atau menyewakan dengan cara tertentu atau dibatasi dalam hal besarnya pembayaran uang muka, karena semuanya itu akan merugikan kreditur jika benda itu harus dilelang mengingat berlakunya pasal 1576 KUH Perdata, mengenai asas “Koop breekt geen huur”, janji sewa yang demikian itu tidak hanya mengikat para pihak melainkan juga mengikat pihak ketiga, mereka memperoleh hak. Kalau janji yang demikian itu dilanggar oleh pemilik tanah maka pemegang hipotik dapat menuntut pelaksanaan janji tersebut dari si penyewa, yaitu dapat menuntut pembatalan perjanjian sewa-menyewa itu.
Ada persoalan bagaimana jika tanah objek hipotik itu dijual oleh pemegang hipotik untuk melunasi hutang-hutang pemberi hipotik, apakah pembeli tanah itu juga mempunyai hak untuk menegur penyewa apabila dulu pemilik tanah melanggar janji tentang sewa.
Menurut Scholten, sesuai dengan pendiriannya bahwa dalam melaksankan penjualan tanah yang dibebani hipoti di situ bertindaknya pemegang hipotik bukan mewakili pemilik tanah melainkan melaksanakan haknya sendiri, maka haknya pemegang hipotik untuk menegur penyewa itu dianggap beralih kepada pambeli tanah. Jadi pembeli tanah dapat menegur penyewa atau menuntut pembatalan manakala janji itu dilanggar.
Sedangkan menurut Jurisprudensi Hoge Raad di Negeri Belanda pembeli tidak dapat menegur penyewa, oleh karena pemegang hipotik dalam menjual tanah itu bertindak mewakili pemilik tanah maka yang beralih kepada pembeli ialah hak-hak dari pemilik tanah, tidak termasuk hak untuk menegur penyewa karena hak untuk menegur penyewa itu adalah hak dari pemegang hipotik.
 Lain halnya dengan janji untuk menjual bendanya atas kekuasaan sendiri, janji tentang sewa ini dapat dibuat oleh pemegang hipotik yang pertama, kedua dan seterusnya. Justru ini penting bagi pemenang hipotik yang terakhir yang biasanya lebih dapat dirugikan daripada pemegang hipotik yang pertama karena adanya perjanjian-perjanjian sewa yang merugikan.

3.    Janji untuk tidak dibersihkan
Pemegang hipotik pertama dapat minta diperjanjikan agar hipotiknya tidak dibersihkan/dihilangkan dalam hal terjadi penjualan tanahnya oleh pemilik. Pasal 1210 ayat 1 KUH Perdata menentukan bahwa apabila tanah yang dibebani hipotik itu dijual baik oleh pemegang hipotik untuk memenuhi piutangnya maupun oleh pemilik tanah sendiri maka si pembeli dapat minta agar dari beban yang melebihi harga pembelian hipotik damikian itu dibersihkan. Hal demikian itu akan merugikan si pemegang hipotik karena untuk sisa piutangnya lalu sudah tidak dijamin dengan hipotik lagi dilaksanakannya pembersihan itu dengan mencatumkan janji demikian tadi di dalam akte hipotik.
 Namun janji yang demikian hanya dapat diadakan terhadap penjualan oleh pemilik tanah sendiri bukan penjualan tanah oleh pemegang hipotik guna melaksanakan haknya atau atas perintah pengadilan.

4.     Janji tentang asuransi
Janji yang senantiasa juga dicantumkan dalam akte ialah janji tentang asuransi. Yaitu perjanjian bahwa terhadap benda objek hipotik yang diasuransikan jika kemudian tertimpa kebakaran, banjir, dan sebagainya, maka uang asuransi harus diperhitungkan untuk pembayaran piutang pemegang hipotik. Janji yang demikian itu harus diberitahukan kepada perusahaan asuransi supaya perseroan asuransi terikat oleh adanya janji yang demikian yang dibuat oleh pemberi hipotik dan pemegang hipotik.
Di samping cara-cara yang telah ditentukan dalam undang-undang hapusnya hipotik dimungkinkan juga terjadi karena hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan, berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober 1970 No. BA 10/241/10. Dengan hapusnya hipotik karena hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan yang hapus hanya perjanjian hipotiknya tidak menghapuskan perutangan yang pokok.
Karenanya bank harus hati-hati dan seksama dalam menghadapi kemungkinan tersebut di atas, dengan mencantumkan janji-janji tertentu di dalam akte pembebanannya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kerugian bagi kreditur di samping adanya sifat pemberian perlindungan/pelipur dari penguasa.
Kemungkinan janji-janji khusus tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Jika tanah hapus karena pencabutan hak maka diperjanjikan bahwa pengganti kerugian yang diberikan kepada debitur akan dipergunakan untuk pelunasan hutangnya debitur.
b.    Jika tanah hapus karena pembatalan dan kembali dalam kekuasaan Negara, maka hendaknya pemerintah memberikan hak kepada kreditur untuk melanjutkan hak tersebut dan mempunyai wenang untuk menjual hak tersebut.
c.    Jika tanah hapus karena habisnya waktu yang diberikan selayaknya bank memperhitungkan dengan seksama jangka waktu pemberian hak tersebut.
Untuk keseragaman permohonan Roya yang diajukan oleh bank hendaknya dicantumkan dalam blangko tertentu yang dibuat oleh Ditjen Agraria. Demikian juga mengenai pelaksanaan roya hendaknya ada keseragaman.
Namun demikian para pihak tidak boleh mengadakan janji untuk memiliki bendanya manakala debitur wanprestasi yaitu disebut vervalbeding. Beding demikian adalah dilarang (pasal 1178 ayat 1 KUH Perdata). Larangan adanya janji yang demikian itu adalah untuk melindungi debitur agar dalam kedudukannya yang lemah itu karena membutuhkan kredit terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat yang sangat merugikan baginya. Juga larangan demikian itu mencegah turunnya harga/nilai dari benda yang dibebani hipotik itu kurang dari nilai yang sesungguhnya sehingga berakibat tidak seluruh piutang-piutang kreditur dapat dibayar dari hasil penjualan benda tersebut. Larangan adanya janji yang demikian itu juga kita jumpai pada Credietverband yaitu diatur dalam pasal 12 dari Peraturan mengenai Credietverband yang menentukan semua janji-janji dimana kreditur dikuasakan untuk memiliki benda yang menjadi jaminan adalah batal.

2.9    BATASAN HIPOTIK
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai : Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Beda dengan gadai untuk hipotik Undang-Undang tidak memberikan definisi secara terperinci. Bila hendak di perinci lebih lanjut, maka akan berbunyi sebagai berikut:
a.       Hak kebendaan yang di peroleh seorang berpiutang
b.       Suatu barang tidak bergerak
c.       Yang memberikan kekuasaan bagi si bberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari hasil eksekusi barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut, (biaya mana harus didahulukan) biaya yang telah dikeluarakan untuk menyelamatkan barang tersebut dan utang-utang fiscal, biaya-biaya dan utang-utang mana yang harus didahulukan
2.10   CARA TERJADINYA HIPOTEK
Ditinjau dari ketentuan-ketentuan hukum Perdata Barat yang berlaku sebelum diundangkanya UUPA (UU No.5 tahun 1960, L.N. 1960 No.104), maka cara terjadinya hipotik dapat kita perinci menjadi tiga fase/tahap:
1.        Fase pertama : hipotik seperti halnya gadai bersifata accessoir, ini berarti hipotik diadakan sebagai tambahan belaka dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian minjam meminjam uang. Karena itu untuk adanya perjanjian hipotik itu harus pertama-tama harus lebih dahulu ada persetujuan pokok yaitu misalnya persetujuan utang piutang.
2.        Fase kedua : persetujuan utang piutang tersebut kemudian disusul dengan persetuan hipotik, dimana pihak yang berhutang (atau pihak ketiga yang mau menanggung utang tersebut) berjanji untuk memberikan hipotik kepada siber[iutang sebagai jaminan bagi pembayaran kembali utang tersebut. Berlainan dengan persetujuan pokok yang bersifat obligatoir, persetujuan hipotik bersifat kebendaan.
Dengan dibuatnya akte hipotik tersebut, maka fase kedua ini selesai. Tetapi dengan selesainya fase kedua ini, yaitu pembuatan akte hipotik, belum timbul hak hipotik, melainkan masih harus dilanjutkan dengan fase k tiga.
3.       Fase ketiga : Dulu. Akte hipotek harus didaftarkan kepada “Pegawai Pengurusan Balik Nama” atau lazim juga disebut “Pegawai Penyimpanan Hipotek” yang wilayahnya meliputi tempat dimana persil atau rumah yang dihipotekkan terletak.
Menurut ketentuan yang berlaku sekarang, yaitu pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 15/1961 TLN. 1961 No. 2347 ditetapkan, bahwa : hipotek agar sah harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah yang wilayahnya meliputi letak tanah atau rumah yang dibebani hipotek. Jadi, yang berfungsi sebagai penyimpan hipotek sekarang adalah kepala Kantor Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran ini perlu, mengingat sifat “droit desuite” dari hak hipotek tersebut, sehingga perlu diberitahukan kepada umum mengenai terjadinya, beralihnya dan hapusnya hak hipotek tersebut, yaitu dengan jalan pendaftaran dalam register umum tersebut.
Setelah pendaftaran ini selesai dilakukan, barulah hak hipotek itu timbul sebagai hak kebendaan yang mempunyai kekuatan hukum terhadap orang-orang pihak ketiga.

2.11   KUASA UNTUK MEMASANG HIPOTIK
Menurut pasal 1171 ayat 1 KUH Perdata ditetukan bahwa kuasa untuk memasang hipotik harus dibuat dengan akte authentik. Yang dimaksudkan dengan pemberi kuasa disini ialah mengigat acara pemasangan/pemberian hipotik itu tidak gampang, harus dilalui menurut formalitas tertentu, mmemakan waktu dan biaya, maka adakalanya kredit-kredit yang diberikan, kreditur telah merasa terjamin bilamana telah mendapat kuasa dari debitur untuk memasang hipotik. Pemaangan hipotik itu kemudian baru dilaksanakan jika benar-benar diperlukan, misalnya jika ada tanda-tanda bahwa debitur akan mengingkati janji, tidak memenuhi kewajibanya, maka baru terhadap benda yang dijadikan jamina itu dipasang hipotik. Dengan istilah perbankan disebut dilakukan pemasangan.
Adanya perjanjian pemberian kuasa untuk memasang hipotik yang demikian itu menurut ketentuan pasal 1171 ayat 2 harus dituangkan akte authentik. Yang dimaksudkan disini akte notaries, bukan akte yang harus oleh dan dan di hadapan PPAT.
Bagaimana kedudukan kreditur sebelum dan setelah pemasangan hipotik ada perbedaanya. Sebelum pemasangan hipotik (sekalipun telah dibuat dengan akte notaries pemberian kuasanya) kedudukan kreditur adalah sebagai kreditur concuren biasa yang sama berhak dan bersaing dengan kreditur-kreditur yang lain. Sedang setelah adanya pemasangan nyata hipotik terhadap benda jaminan, kreditur berstatus sebagai kreditur yang paling kuat yang pemenuhan piutangnya didahulukan dari piutang-piutang lain, bahkan lebih didahulukan dari privilegie.

2.12  HAPUSNYA HIPOTIK
Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:
1.     Karena hapusnya ikatan pokok
Dengan berakhirnya perikatan pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan hak hipotik itu lenyap; bisa karena utang itu dilunasi, bisa juga karena perikatan pkoknya lenyap karena daluarsa yang membebaskan seorang dari suatu kewajiban (daluarasa ekstinktif).
2.    Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau
Jadi apabila kreditur yang bersangkutan melepaskan dengan sukarela hak hipotiknya; pelepasan dengan sukarela ini tidak ditentukan bentuk hukumnya, tetapai tentu harus secara jelas dan tegas. Tidaklah cukupdengan memberitahukan maksud hendak melepaskan hak hipotikoleh pemegang hipotik kepada sembarang orang misalnya pihak ke tiga. Biasanya pelepasan ini dilakukan dengan pemberitahuan kepada pemilik dari benda yang terikat dengan hak hipotik itu
3.     Karena penetapan oleh hakim
 Jadi apabila dengan perantaraan oleh hakim diadakan pembagian uang pendapatan lelang dari benda yang dihipotikkan itu kepada para kreditur; kreditur yang tidak kebagian pelunasan piutangnya kehilangan hak hipotiknya oleh karena pembersian
Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu:
1.      Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik
2.      Afstan hipotik
3.      Lemyapnya benda hipotik
4.      Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik
5.      Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan
6.      Pencabutan hak milik
  
BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Sedangkan objek Hipotik adalah tanah, bangunan dan kapal laut yang berukuran 20 misi kotor ke atas.
Sifat-sifat hipotik itu sendiri ada empat yaitu accessoir, tidak dapat dibagi bagi,  zaaksgevolg dan lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya
Pasal 1168 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut sebagai berikut : Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. 
Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.Adapun asas-asas hipotik meliputi asas publiciteitasas specialiteit, dan asas tak dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid). Isi dari akte hipotik yaitu bersifat wajib dan fakultatif. Di dalam hipotik ada perjanjian yang harus dipenuhi yaitu janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, janji tentang sewa, janji untuk tidak dibersihkan, dan janji tentang Asuransi.

DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
http://theninuf.blogspot.com/2011_02_01_archive.html
https://www.scribd.com/doc/177717754/Asas-Asas-Hipotik
Miru, Ahmad, 2007, Hukum Perjanjian dan Perancangan Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 
Syaifuddin, Muhammad, 2012, Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung.


1 komentar: