Adat Istiadat Aceh Besar


ADAT ISTIADAT YANG MASIH BERKEMBANG

DI ACEH BESAR


A.  Adat perkawinan
1.     Jak Keumalon atau Cah Roet
Cah Roet adalah sebagai tahapan pertama dalam menjajaki atau merintis jalan. Biasanya beberapa orang dari pihak keluarga calon mempelai putri, datang bersilaturrahmi sambil memperhatikan calon mempelai putri, suasana rumah dan tingkah laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini, calon pihak mempelai pria juga tidak lupa membawakan bungong jaroe atau bingkisan yang berupa makanan. Setelah adanya pendekatan, keluarga calon mempelai pria/ linto baro akan menanyakan apakah putrinya sudah ada yang punya atau belum. Apabila mendapat jawaban dan sambutan baik dari pihak dara baro, maka dilanjutkan dengan jak lake (jak ba ranub).
2.    Jak Lake Jok Seulangke atau Jak Ba Ranub (Meminang)
Dalam acara ini orang tua pihak Linto (Mempelai Pria) memberi seulangke (utusan) dengan membawa sirih, kue-kue, haluwa U, gula, pisang , emping beras dan lain-lain. Pada theulangke, pihak linto sudah mulai mengemukakan hasratnya kepada putri yang dimaksud. Apakah pihak putri menerima, akan dijawab “Insya Allah” dan pihak keluarga serta putri yang bersangkutan akan melakukan musyawarah. Jika hasil musyawarah tersebut “tidak diterima” oleh pihak keluarga atau pihak puteri, maka mereka akan menjawab, dengan alasan-alasan yang baik atau dengan bahasa isyarat “hana get lumpo/ mimpi yang kurang baik”. Sebaliknya jika “diterima” oleh pihak keluarga puteri, akan dilanjutkan dengan “Jak ba tanda”
3.    Jak Ba Tanda atau Bawa Tanda
Jak ba tanda adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara ini pihak calon linto membawa sirih lengkap dengan macam-macam bahan makanan kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan “lapek tanda” dan perhiasan dari emas sesuai dengan kemapuan calon linto baro. Ba tanda” ini di tempatkan didalam “talam/ dalong” yang dihias dengan bunga kertas, kemudian tempat-tempat itu di kosongkan dan di isi dengan kue-kue sebagai “balah hidang” oleh keluarga mempelai putri. Acara balah hidang ini biasanya dilaksanakannya biasa langsung atau setelah beberapa hari kemudian. Bawaan makanan yang dibawakan oleh pihak linto baro di bagikan kepada para tetangga dan keluarga sebagai tanda pemberitahuan anaknya sudah ada tunangan. Dalam upacara ini sekaligus dibicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (mas kawin), jumlah rombongan pihak linto serta jumlah undangan. 
4.      Malam Peugaca (Malam Berinai)
Malam peugaca adalah malam berinai menjelang Wolinto. Dalam upacara ini juga diadakan peusijuek calon dara baro (mempelai wanita), dan peusijuek gaca.
Upacara Peusijuk dipimpin oleh “Nek Maja” (sesepuh adat), dan dimulai oleh orang tua/ibu calon “dara baro”, kemudian diikuti oleh keluarga terdekat, pada saat peusijuk dimulai, dalam tempat yang berisi air seunijuk dimasukkan emas sebagai lambang kemuliaan yang tidak pernah luntur. Peusijuek ini ditujukan kepada calon dara baro, batu giling, daun pacar dan hadirin yang ada di sekitarnya juga diberikan percikan air seunijuk (tempung tawar).
5.    Pernikahan
Dilakukan langsung seperti biasa, langsung diresmikan dan (wo linto) mempelai pria langsung pulang kerumah dara baro. Pernikah langsung dilaksanakan di kantor KUA atau rumah mempelai wanita.
Pernikahan (peugatib) dilakukan beberapa hari sebelum upacara wo linto/meukeurija (pesta). Sebelum upaca meukeurija diadakan meuduek pakat (bermufakat) dengan para orang tua adat, dan anggota keluarga serta pemuka masyarakat yang terdiri dari tuha peut (penasehat), keuchik gampong (kepala desa), imum meunasah (imam langgar). Biasanya musyawarah dipimpin oleh orang tua calon mempelai wanita (dara baro) atau yang mewakilinya untuk membicarakan pesta yang akan diselenggarakan (persoalan teknis). Dalam kesempatan ini, keluarga atau saudara dari orang tua calon mempelai kedua belah pihak, menyampaikan niatnya untuk memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
6.   Woe Linto
·         Linto Baroe
Pada upacara ini mempelai pria (linto baror) diberi pakaian adat dan diantar ke rumah dara baroe secara beramai-ramai, dengan didahului oleh para ureung tuha gampong . Sementara linto diapit oleh remaja yang seusia.
Sebagai bawaan (peuneuwoe) dari pihak linto adalah jeunamee (mahar atau mas kawin) seumpama satu bungkol emas, diisi dalam cerana beserta inong kunyet dan beras padi. Cerana dibungkus dengan kain sutera kuning yang pada ujung kain diletakkan bohru dari emas, ranup rajeu’ . Dalam adat woe linto ini turut membawa berbagai perlengkapan dara baroe, seperti perlengkapan mandi, perlengkapan make up, bakal baju pesta, sepatu, tas, dan sebagainya. Bawaan ini bergantung pada kemampuan linto baroe sebagai tanda kewajiban memenuhi kebutuhan calon istri.
·         Peuneuwoe
Sesampainya di halaman rumah dara baroe, rombongan linto baroe dijemput oleh pihak dara baroe. Dalam prosesi ini, pihak linto baroe memberi salam dengan kata-kata bersajak yang disambut pula dengan kata-kata halus bersajak oleh pihak dara baroe. Namun ada pula yang menambahkan prosesi penyambutan linto baroe dengan tarian tradisional Aceh seperti tari Ranup Lampuan sebagai tarian penyambut tamu (kedatangan rombongan linto baroe). Setelah itu linto dipersilahkan memasuki kediaman dara baroe dan kemudian ditepung tawari, disiram dengan air mawar dan beras padi.
·         Mencicipi hidangan
Setelah memasuki rumah dara baroe, linto beserta rombongan dipersilahkan untuk mencicipi hidangan yang telah disediakan oleh pihak dara baroe. Dalam acara jamuan makan ini, linto dipersilahkan duduk dalam sebuah pelaminan kecil dan di dampingi oleh dara baroe untuk makan bersama. Sebagai bentuk kemesraan antara pasangan suami dan istri ini, diadakan proses sulang makanan, yaitu linto menyuapi dara baroe dan sebaliknya.
·         Acara Pesijuek
Setelah acara jamuan makan selesai, barulah kedua mempelai akan disandingkan ke pelaminan yang lebih besar. Dalam prosesi ini, beberapa kerabat dekat dan keluarga dara baroe akan melalukan peusijuek untuk mendoakan kedua mempelai. Saat upacara ini selesai, maka seluruh pihak keluarga akan berfoto bersama dan bersalaman dengan para tamu yang hadir untuk mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Dalam adat linto baroe diharuskan tinggal di rumah dara baroe untuk beberapa saat, sedangkan rombongan yang mengantarkan linto akan kembali pulang ke kediaman masing-masing.


7.    Tueng Dara Baroe
·         Duduk Sanding
Setelah melalui beberapa hari atau bulan usia perkawinan, pihak dara baroe melakukan prosesi yang sama, biasa disebut upacara tueng dara baroe (mengantar pengantin perempuan) ke rumah linto baroe (pengantin laki-laki). Setibanya di rumah linto baroe, dara baroe dijemput oleh ibu linto baroe dengan ranup batee dan gateng. Sesampainya di sana, dara baroe duduk bersanding dengan linto baroe di singgahsana atau pelaminan kemudian dipeusijuek oleh pihak linto baroe dan teumeutuek (pemberian) yang dilakukan oleh ibu dan kerabat dari linto baroe. Dalam prosesi ini, dilakukan kebiasaan adat yaitu tangan linto baroe dan dara baroe dimasukkan ke dalam eumpang breueh (empang beras) dan eumpang garam (empang garam). Adat ini dimaksudkan bahwa ini adalah rumahnya sendiri dan tahu dimana beras dan garam untuk perjanjian di masa-masa mendatang.
·         Bawaan Dara Baroe
 Sementara bawaan (talam) dari dara baroe dalam upacara tueng dara baroe  ini yaitu kue-kue tradisional Aceh setidaknya terdiri dari 3 (tiga) jenis hidangan seperti wajeb, dodoi, meuseukat, dan kue-kue kering lainnya seperti bhoi,keukarah, bungong kayee, serta ranup batee. Bawaan (asoe talam) ini nantinya akan dibagi-bagikan kepada sanak keluarga, kerabat, dan tetangga linto baroe. Selanjutnya oleh pihak orang tua linto dihadiahkan benda menurut kemampuan ekonomi kepada dara baroe, yang lazimnya berupa seekor hewan betina, uang semampunya.
·         Acara Pesijuek
Dalam prosesi ini, beberapa kerabat dekat dan keluarga linto baroe akan melalukan peusijuek untuk mendoakan kedua mempelai.
B.   ADAT MELAHIRKAN
1.     Madeung Menyambut Kelahiran
Upacara ini dilaksanakan dalam rangka menyambut sang cucu yang dilampiaskan dengan rasa suka cita sehingga terwujud upacara yang sesuai dengan kemampuan maktuan. Nasi yang diantar biasanya dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk pyramid, ada juga sebahagian masyarakat mempergunakan daun pisang tua. Terlebih dahulu daun tersebut dilayur pada api yang merata ke semua penjuru daun, karena kalau apinya tidak merata maka daun tidak kena layur semuanya. 
Di samping nasi juga terdapat lauk pauk daging dan buah-buahan sebagai kawan nasi. Barang-barang ini dimasukkan ke dalam idang atau kateng (wadah). Idang ini diantar kepada pihak menantu perempuan oleh pihak kawom atau kerabat dan jiran (orang yang berdekatan tempat tinggal).
Upacara ba bu atau Meunieum berlangsung dua kali. Ba bu pertama disertai boh kayee (buah-buahan), kira-kira usia kehamilan pada bulan keempat sampai bulan kelima. Acara yang kedua berlangsung dari bulan ketujuh sampai dengan bulan kedelapan. Ada juga di kalangan masyarakat acara ba bu hanya dilakukan satu kali saja. Hari pertama melahirkan ibu mertua berkunjung ke rumah menantunya yang baru saja melahirkan, dengan membawa limon, buah-buahan dan mertua menginap di rumah menantunya selama beberapa malam.
Selama 44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani pantangan-pantangan. Ia harus tetap berada di kamarnya, tidak boleh berjalan-jalan apalagi keluar rumah. Tidak boleh minum yang banyak, nasi yang dimakan juga tanpa gulai dan lauk pauk. Begitu juga dengan makanan yang peda-pedas sangat dilarang.
Untuk menjaga badan dan perut si ibu yang baru melahirkan tidak melar dan agar tetap langsing, dilakukan cara tradisonal yakni dengan toet bateei (memanasi batu). Batu dibakar lalu di balut dengan kain dan diletakkan di perut wanita yang baru melahirkan. Rasa hangat atau panas dari batu tersebut akan membakar lemak sehingga tubuh wanita yang baru melahirkan tersebut setelah menjalani masa pantangan akan tetap langsing.
Setelah masa madeung selesai, ibu bayi akan dimandikan oleh bidan yang merawatnya dengan air yang dicampur irisan boh kruet (limau perut). Acara mandi ini disebut manoe peut ploh peut, yang bermakna mandi setelah 44 hari menjalani masa madeueng.
2.    Peucicap
Adat peucicap ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh bayi lahir, yang disertai dengan cuko ok (cukur rambut) dan pemberian nama terhadap si bayi. Acara peucicap dilakukan dengan cara mengoles madu pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa. Pada saat inilah bayi telah diperkenalkan bermacam rasa di antaranya asam, manis, asin. Ini merupakan latihan bagi bayi untuk mengenal rasa, bisa dia bedakan antara satu rasa dengan rasa yang lainnya. Sebelumnya, bayi hanya mengenal ASI eklusif yang dia dapatkan dari ibunya.
3.    Aqiqah
Melaksanakan aqiqah dilakukan pada hari ke 7 dari kelahirannya,adapun kalau belum bisa, boleh hari ke 14, 21 atau kapan saja ia mampu. Orang yang mengaqiqahkan anaknya dan ia pandai memotong kambing, disunnahkan untuk menyembelih sendiri.
4.   Upacara Peutron Tanoh (Turun Tanah)
Upacara turun tanah (peutron tanoh) diadakan setelah bayi berumur 44 hari. Dalam jangka waktu yang cukup untuk mempersiapkannya, lebih-lebih anak pertama yang sering diadakan upacara cukup besar, dengan memotong kerbau atau lembu. Pada upacara ini bayi digendong oleh seseorang yang terpandang, baik perangai dan budi pekertinya.. Waktu turun dari tangga ditundungi dengan sehelai kain yang dipegang oleh empat orang pada setiap sisi kain itu.
Di atas kain tersebut dibelah kelapa agar bayi tadi tidak takut terhadap suara petir. Belahan kelapa dilempar dan sebelah lagi dilempar kepada wali karong. Salah seorang keluarga dengan bergegas menyapu tanah dan yang lain menampi beras bila bayi itu perempuan, sedangkan bila bayi itu laki-laki salah seorang keluarga tersebut mencangkul tanah, mencencang batang pisang atau batang tebu. Kemudian sejenak bayi itu dijejakkan di atas tanah dan akhirnya dibawa berkeliling rumah atau mesjid sampai bayi itu dibawa pulang kembali ke rumah.
C.   ADAT KEMATIAN
Suatu kebiasaan pada masyarakat Aceh apabila seseorang sedang mengalami sakit parah maka semua kerabat diberitahukan supaya dapat menjenguknya sebelum ia meninggal. Apabila tidak diberitahukan akan terjadi ketidakharmonisan dalam hubungan keluarga, karena seakan-akan oleh keluarga yang mengalami musibah itu tidak menghiraukan kerabatnya.
Apabila orang sakit parah itu sedang menghadapi maut (sakratul maut), ahli famili yang duduk di sekelilingnya geu peu entat (mengantarkan) dengan membisikkan ucapan Lailahaillallah pada telinga orang yang sedang menghadapi maut. Hal itu dilakukan karena masyarakat Aceh menganggap bahwa kalimat itu didengar dan diikuti oleh orang yang sedang menghadapi mati walaupun tidak kedengaran. Apabila seseorang yang mati dengan mengucapkan kalimat Lailahaillallah maka ia mati sebagai seorang muslim dan masuk surga, sehingga geu peu entat itu merupakan keharusan bagi masyarakat Aceh. Selain dengan kalimat Lailahaillallah, kadang kala juga dilakukan dengan dengan pembacaan Surat Yasin dalam Alquran.. Setelah seseorang diyakini meninggal, maka mayat tersebut diletakkan di atas suatu tempat dan ditutup dengan kain panjang. 
Selanjutnya, salah seorang dari keluarganya datang memberitahukan yang pertama-tama kepada teungku imam yang ada di kampung kemudian kepada semua kerabat baik yang dekat maupun yang jauh. Pemberiatuan kepada masyarakat gampong dilakukan oleh teungku meunasah atau orang lain dengan mengumumkan di mik.
Persiapan-persiapan yang dibutuhkan terutama kain kafan, papan keureunda, kikisan kayu cendana, kemeyan, kapur barus, minyak wangi, dan jenis bunga-bungaan yang harum. Hal itu dimaksudkan supaya mayat tersebut menjadi wangi dan harum, yang akan menghadap sang penciptanya. Acara memandikan mayat, buat keureunda, dan kafan sering dilakukan serentak dengan cara pembagian tugas pada warga gampong. Masyarakat Aceh berkeyakinan bahwa mempercepat penguburan mayat adalah lebih utama. 
1.     Mandi Jenazah
Memandi  mayat dilakukan di rumah orang yang meninggal. Kalau acara mandi tidak dilaksanakan di rumah, suatu keayiban pada kerabat yang ditinggalkan, seakan-akan tidak begitu perhatian terhadap orang yang meninggal. Setelah persiapan-persiapan mandi disiapkan, maka teungku membaca doa sambil meremas-remas air ramuan yang disebut dengan air sembilan.
Kemudian air diambil dengan baskom, lalu dituangkan oleh teungku kepada mayat dengan sangat perlahan-lahan, agar tubuh mayat tidak terasa sakit atau terkejut. Setelah itu mayat kembali disiram dengan air biasa.Anggota yang memandikan mayat terdiri atas kaum kerabat ditambah dengan teungku. Apabila yang meninggal itu seorang perempuan maka yang memandikan mayat itu semuanya perempuan.
2.    Kafan
Apabila mayat sudah dimadikan, kafan pun sudah disiapkan. Kafan itu terdiri atas baju, celana, dan kain pinggang, kemudian ditambah dengan tiga buah bantal yang diisi dengan daun belimbing. Bantal itu diletakkan di kepala, pinggang dan di bagian lutut. Bantal itu berfungsi sebagai penahan agar mayat dalam keureunda tidak goyang atau terbalik. 
Bentuk atau model kafan yang dipotong itu, tidak dijahit seperti menjahit celana biasa, melainkan dengan cara membentuk saja menyerupai celana, baju dan kain pinggang dengan cara memotong dengan gunting pada ujungnya, kemudian dikoyak dengan tangan. Pengoyakan dengan tangan itu memang suatu kebiasaan membuat kafan bukan berarti tidak dapat dipotong dengan gunting. Setelah kafan dikenakan pada tubuh mayat, lalu diikat dengan tali. Tali pengikat itu khusus dirobek dari pinggiran kain kafan tadi, bukan dengan tali lain. 
3.    Salat Jenazah
Setelah mayat selesai dibungkus dengan kain kafan, seterusnya mayat itu dimasukkan ke dalam keureunda (peti mayat). Keureunda yang telah berisi mayat, kemudian dibungkus dengan kain panjang. Setelah peti mayat itu dibungkus dengan kain, lalu peti mayat itu diusung bersama-sama ke meunasah atau mesjid untuk disalatkan, apabila jauh dengan meunasah atau mesjid, akan disalatkan di rumah.
Setelah sampai ke mesjid atau ke meunasah, mayat diletakkan di muka sekali dengan posisi kepala mayat ke sebelah utara dan kaki ke sebelah selatan.Shalat jenazah dipimpin oleh teungku imeum dan diikuti oleh para jamaah lainnya. Kadang-kadang oleh teungku menanyakan terlebih dahulu pada keluarga yang meninggal, kalau ada di antara anggota keluarga itu untuk menjadi imam.
4.   Penguburan
Setelah jenazah siap untuk dikuburkan, maka pelaksanaannya harus segera dilakukan. Mayat diusung bersama-sama ke kuburan. Orang-orang yang mengusung terdiri atas keluarga yang meninggal, biasanya mengusung bagian kepala dan kaki, kemudian dibantu oleh para warga gampong. Pengunjung yang lain mengikuti dari belakang hingga ke kuburan. Di kuburan telah ditunggu oleh mereka yang menggali kuburan tadi. Mereka itu terdiri atas anak-anak muda gampong, yang dipimpin oleh seorang tua. 
Setelah sampai ke lokasi kuburan, usungan mayat diletakkan di pinggir lubang kubur. Kemudian mayat diangkat dengan perlahan-lahan sambil dipayungi, terus dimasukkan ke dalam kubur. Semua ikatan bungkusan mayat tadi dilepaskan. Setelah mayat dimasukkan ke dalam kubur dan ikatan dari bungkus mayat yang diikat dari kafan tadi dilepas semua maka teungku dengan mengucapkan bissmillah sambil mengambil tanah satu genggam kemudian menjatuhkan ke dalam kuburan dengan perlahan-lahan sekali. Kemudian baru diikuti oleh orang lain untuk menimbun lubang kuburan itu dengan cara perlahan-lahan pula.
Setelah kuburan ditimbun dengan baik dan rapi dengan sedikit gundukan tanah, lalu diberi tanda di kepala dan bagian kaki dengan pohon tertentu, sebagai tanda jangan bertukar dengan kuburan lain, tanda itu masih bersifat sementara sebelum diganti dengan batu nisan.
Selanjutnya, di atas kuburan disiram dengan air campur bunga dan jeruk purut oleh teungku sebanyak tiga kali dari posisi kepala ke kaki. Kemudian teungku menyuruh hadirin untuk duduk berdekatan atau berkeliling kuburan, lalu teungku membaca doa talkin.
Kemudian teungku membaca talkin, lalu teungku melanjutkan dengan membaca doa selamat dan penutupan atas penguburan mayat dan kepada hadirin diminta untuk menadahkan tangan ke atas sambil menyebut dengan sahutan amiin. Setelah itu mereka pun pulan ke rumah masing-masing.
·         Geumunjong 
Suatu kebiasaan bahkan sudah menjadi suatu keharusan bagi masyarakat, apabila seseorang meninggal, maka orang lain akan berkunjung ke rumah orang yang meninggal tersebut. Hal itu dilkakukan sebagai rasa kebersamaan dan ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang yang terkena musibah.
Dalam kunjungan tersebut, biasanya orang memberi uang, atau beras menurut kemampuan masing-masing. Acara geumunjong itu juga dimanfaatkan sebagai ajang ukhuwah untuk saling mengunjungi. Tuan rumah biasanya hanya memberi air minum berupa teh manis, kopi atau air putih.
·         Kenduri
Setelah selesai upacara penguburan mulai dari hari pertama sampai dengan hari keenam mayat dalam kuburan, upacara-upacara yang dapat digolongkan besar tidak diadakan. Dalam waktu-waktu itu acara hanya sekedar dilakukan untuk memberi makan seorang atau beberapa orang pengikut teungku yang melakukan samadiah setelah salat maghrib selama enam hari. Pemberian makan itu dilakukan sebagai ganti memberikan makan kepada orang yang telah meninggal, karena sebelum hari ketujuh dianggap roh orang mati itu masih tetap di rumah, bersama keluarganya.
Adakalanya dalam waktu-waktu sebelum hari ketujuh itu diadakan pula samadiah, tergantung permintaan dari keluarga yang meninggal. Sebelum kenduri ketujuh tiba, keluarga yang meninggal sudah tampak sibuk menyediakan persiapan-persiapan. Persiapan itu dapat dibagi atas dua macam, yaitu persiapan ringan berupa kue-kue dan persiapan untuk makan. Apabila kenduri tujuh dilakukan secara besar terutama bagi orang yang mampu biasanya ia menyembelih kambing bahkan kerbau pada siang harinya. Pada malam yang ketujuh semua kerabat dan tetangga yang berdekatan datang menghadiri acara malam ketujuh.
Setelah semua tamu datang, teungku mulai memimpin upacara yang didahului dengan samadiah. Setelah pembacaan samadiah selesai, upacara dilanjutkan dengan acara makan kenduri. Kalau acara makan kenduri diadakan sebelum pembacaan samadiah, maka setelah pembacaan samadiah disajikan dengan acara minum dan makan kue-kue. Selesai acara pembacaan samadiah, acara terus dilangsungkan dengan pembacaan Alquran. Peserta terdiri atas orang-orang yang sanggup membaca Alquran dengan lafal dan irama yang baik. Apabila acara pembacaan Alquran sudah selesai, maka teungku menutup acara dengan pembacaan doa. Para peserta lainnya menadah tangan ke atas sambil menyebutkan amiiin.

D.   ADAT LAINNYA
1.     Tradisi Makan dan Minum
Makanan pokok masyarakat Aceh adalah nasi. Perbedaan yang cukup menyolok di dalam tradisi makan dan minum masyarakat Aceh dengan masyarakat lain di Indonesia adalah pada lauk-pauknya. Lauk-pauk utama masyarakat Aceh dapat berupa ikan, daging (kambing/sapi). Di antara makanan khas Aceh adalah gulai kambing (Kari Kambing), sie reboih, keumamah, eungkot paya (ikan Paya), mie Aceh, kuah pliek, dan Martabak. Selain itu, juga ada nasi gurih yang biasa dimakan pada pagi hari. Sedangkan dalam tradisi minum pada masyarakat Aceh adalah kopi.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada pagi hari kita melihat warung-warung di Aceh penuh sesak orang yang sedang menikmati makan pagi dengan nasi gurih, ketan/pulut, ditemani secangkir kopi atau pada siang hari sambil bercengkrama dengan teman sejawat makan nasi dengan kari kambing, dan sebagainya
2.    Tradisi Makmeugang Di Aceh
Makmeugang adalah salah satu tradisi yang ada dalam masyarakat Aceh, yaitu acara membeli daging, memasak daging dan menikmatinya bersama-sama baik dengan keluarga bahkan ada yang mengundang anak yatim untuk menikmati kebersamaan hari meugang ini.
Tradisi ini dilakukan tiga kali dalam setahun :
a.      Menjelang bulan Puasa atau bulan Ramadhan 
b.      Menjelang Hari Raya Idul Fitri
c.      Menjelang Hari Raya Idul Adha
Hari Makmuegang biasanya dilakukan sehari sebelum bulan puasa,hari raya idul fitri dan hari raya idul adha, namun di zaman sekarang hari makmeugang secara tidak langsung sudah menjadi 2 hari,ada meugang ubit (meugang kecil) pada hari pertama dan meugang rayeuk (meugang besar) pada hari kedua. Hari meugang ini biasanya mulai beroperasi dari pagi hari–setelah shalat shubuh–sampai siang hari sebelum waktu shalat zuhur.
3.    Idang Meulapeh, Tradisi Maulid di Aceh
Ratusan tudung saji dibungkus kain berenda emas. Tudung berbentuk kerucut dengan warna dominan hijau, kuning, dan. Pakaian yang didominasi warna hitam dan merah terang itu serasi dengan warna tudung saji maupun tenda-tenda yang berdiri di halaman masjid. Di dalam tudung saji itu, tersaji makanan khas Aceh, mulai dari gulai ayam kampung, gulai kambing, gulai ikan, telur bebek, sayur nangka, buah-buahan, hingga makanan tradisional daerah Aceh. Ada yang menggunakan piring, ada pula yang dihidangkan dengan daun pisang dan bungkus kertas.
Itulah salah satu khanduri keu pang ulee atau kenduri masyarakat Aceh memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Disebut juga Idang Meulapeh (hidangan berlapis). Masyarakat Aceh menyebut Maulid Nabi dengan istilah Molod Raya. Acara tersebut biasanya dilakukan .dalam rentang waktu Rabiul Awal dan Rabiul Akhir, secara berturut-turut selama tiga bulan.
4.   Kenduri Laot
Tradisi yang dilakukan untuk  memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dalam menangkap ikan dan dijauhkan dari segala marabahaya. Acara diisi dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan doa bersama. Kenduri Laot ini biasanya dilakukan sekali dalam setahun.
5.    Kenduri Blang

            Upacara tradisional yang berhubungan dengan musim turun kesawah. Kegiatan ini biasanya dilakukan dua kali dalam setahun, pada saat musim tanam dan panen padi. Upacara ini dipimpin oleh Keujreun Blang (seorang pemimpim informal para petani) yang membacakan do`a agar diberikan hasil panen yg baik. Kegiatan ini merupakan rutinitas para petani di Kabupaten Aceh Besar. 

6.   Troen u Blang

Tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Aceh Pidie di setiap memulai penanaman baru di sawah atau ladang diselingi dengan khanduriatau kenduri untuk dapat berkah hasil yang maksimal.

7.    Idang Linto
Tradisi dimana hidangan linto baro dipersiapkan oleh keluarga dara baro untuk hidangan berbuka puasa linto baro.  
8.    Antat Kue
 Makanan berbuka puasa yang dibawa dari keluarga dara baro ke rumah mertua.

E.   MACAM-MACAM PEUSIJUEK
1.     Peusijuk Meulangga
Apabila terjadi perselisihan di antara penduduk, misalnya antara A dan B ataupun antara penduduk gampong (desa) A dengan penduduk gampong B serta perselisihan ini mengakibatkan keluar darah, maka setelah diadakan perdamaian dilakukan pula peusijuek. Peusijuek ini sering disebut dengan peusijuek meulangga. Pada upacara itu juga sering diberikan uang, yang disebut sayam (uang damai) yang jumlahnya menurut kesepakatan. Apabila perselisihan terjadi seperti tersebut di atas, tetapi tidak mengeluarkan darah, misalnya perkelahian, perdamaian dan upacara peusijuek dilakukan juga, tetapi tidak diberikan uang.
2.    Peusijuek Pade Bijeh
Acara peusijuek pade bijeh ini dilakukan oleh petani terhadap padi yang akan dijadikan benih (bibit) sebelum penyemaian di sawah. Tujuan daripada peusijuek ini mengandung harapan agar bibit yang akan ditanam mendapat rakhmat Allah SWT, subur dan berbuah banyak.Perangkat alat dan bahan yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah : on gaca, bak pineung, on kunyet, on nilam, on birah, naleueng sambo, sira, saka, boh kuyuen dan minyeuk ata.
3.    Peusijuk Tempat Tinggai
Setiap orang yang mendiami rumah baru, kebiasaannya dilakukan upacara peusijuek. Pelaksanaannya oleh beberapa orang terdiri dari tiga, lima orang dan seterusnya dalam jumlah ganjil. Upacara ini dimaksudkan untuk mengambil berkah agar yang tinggal di tempat ini mendapat ridha Allah mudah rezeki dan selalu dalam keadaan sehat wal'afiat. Pada upacara ini alat-alat yang digunakan adalah ; dalong, bu leukat, tumpo / u mirah, breueh pade, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo (ketiga yang terakhir di ikat menjadi satu), glok dan sangee.

4.   Peusijuk Peudong Rumoh
Membangun rumah atau sering disebut peudong rumoh diawali dengan upacara peusijuek. Yang di peusijuek biasanya adalah tameh (tiang) raja, dan tameh putroe serta tukang yang mengerjakannya (utoh) agar ia diberkati oleh Allah SWT. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk upacara peusijuek ini adalah : dalong, bu leukat, breueh pade, teupong taweue, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, ija puteh dan ija mirah, glok dan sangge.
5.    Peusijuk Keurubeuen
Bagi orang Islam yang mampu, sering memberikan kurban pada hari raya sesuai dengan hukum agama. Seekor hewan kecil (kambing atau domba) cukup untuk korban bagi seorang, sedangkan tujuh orang secara bersama-sama memberi korban seekor hewan besar (sapi). Perangkat yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah sebagai berikut : dalong, boh manok meuntah, teupong taweue, breueh pade, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, minyeuk ata, suereuma, baja, ceureuemen, sugot, sikin cuko, gincu (lipstik), boh kayee (buah-buahan), tirai peunahan matahari, dan ija puteh (kain putih).
Mempunyai makna dan fungsi di hari akhirat kelak. Di mana hewan yang diperuntukkan untuk korban tadi nantinya akan menjadi kenderaan di hari akhirat kelak dan fungsi dari bahan-bahan tersebut sebagai hiasan kenderaan.
6.   Peusijuk Kendaraan
Apabila seorang yang baru memiliki kendaraan ataupun angkutan lainnya, maka diadakan peusijuek. Hal ini dimaksudkan supaya kendaraan yang dipakai akan terhindar dari kecelakaan. Yang melaksanakannya satu orang atau pun tiga orang.
7.    Peusijuek Meukhatan Aneuk
Apabila ada anak yang akan disunat rasulkan, untuk keberkatan serta cepat sembuh dari sunatan tersebut dan mendapat lindungan dari Allah apabila dewasa.
8.    Peusijuek Buka Keudee
Apabila ada toko yang baru dibuka untuk berjualan, sebelum toko tersebut resmi dibuka untuk umum.
9.   Peusijuek Kilang (Pabrik)
Apabila ada pabrik (mesin yang dapat memproduksi suatu barang yang bermanfaat digunakan masyarakat banyak), sebelum digunakan dipeusijuek dulu.

10. Peusijuek Ureung Jak U Haji dan Wo Haji
Orang yang mau pergi menunaikan ibadah haji dan pulang haji, dengan niat agar mendapat berkah dan selamat dalam perjalanan hingga sampai kembali ke kampung halaman.

11.   Peusijuek Ureung Lhueh Nibak Bala
Orang terhindar atau lepas dari bala (kecelakaan). Dengan harapan agar di masa mendatang tidak terjadi lagi.

4 komentar:

  1. makasihh infoo ji beuhhh...
    memang sri berehhhh...
    agar tidak hanya 'trma kasih' kapan bisa aq traktir sekali..?
    heeheee,, serius nee

    BalasHapus
  2. makasih infoo jihh beehh..
    memang sri bereeeehh,,
    agar tidak hanya "trimakasih" aja,
    kapan bisa aq traktir sekali,,
    heeheee,, serius lohhh,,

    BalasHapus
  3. klo boleh tulisan nya mending biasa aja, sayang materi nya bagus


    http://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-retailer-secara-umum-dalam-ilmu-marketing.html

    BalasHapus
  4. artikelnya menarik dan lengkap, sayang jenis hurufnya terlalu bagus jadi agak sulit membacanya.

    BalasHapus