BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG
PERUBAHAN AKTA
A. PERUBAHAN AKTA
1. Pengertian Perubahan
Perubahan
adalah “mengubah
isi akta dengan cara diganti, ditambah, dicoret, disisipkan, dan/atau ditulis
tindih. Perubahan terhadap isi akta dengan cara diganti, ditambah, dicoret, dan
disisipkan dapat dilakukan dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi
tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan notaris.”
Kesalahan
“pengetikan pada
saat membuat minuta akta, dan baru diketahui pada saat pembacaan akta oleh
notaris dihadapan para pihak yang hadir pada saat itu juga notaris dapat
melakukan perubahan dengan menambahkan tulisan yakni disamping kiri atas dan
memberikan tanda juga pada isi akta yang hendak dilakukan perubahan.” Misalnya perubahan pada
penulisan kata “membetulkan”, karena kata “membetulkan” yang hendak dilakukan
perubahan maka kata “membetulkan” dicoret dengan menggunakan bolpen kemudian
diberi tanda, tanda dapat berupan tanda apapun, kemudian disamping kiri sejajar
ditulis perbaikannya yakni menjadi “betul” dan juga diberikan tanda yang sama
dengan tanda yang ditandai pada penulisan “membetulkan”. Pada bagian bawah
diberikan garis dan ditulis “Sah coretan dengan gantian”. Bahasa atau kalimat
“Sah coretan dengan gantian” pada masing-masing notaris berbeda-beda ada yang
menjabarkan juga sah coretan 1 (satu) kata dengan 1 (satu) kata, hal ini tidak
menjadi persoalan yang signifikan tergantung dari cara masing-masing notaris,
dan yang perlu diperhatikan dalam perubahan isi akta adalah harus terdapat
paraf dari para pihak, yang menandakan bahwa para pihak menyetujui, melihat dan
menyaksikan bahwa benar telah terjadi perubahan pada isi akta pada saat
pembacaan kepada para pihak yang hadir pada saat itu juga. Pada akhir penutup
dalam minuta akta akan ditulis dengan kalimat “Dibuat dengan memakai 1 (satu) perubahan,
yakni karena coretan dengan gantian.” Kalimat itu menandakan bahwa minuta akta tersebut
terdapat perubahan yang berjumlah 1 (satu) perubahan. Perubahan itu disebutkan
pada akhir penutup minuta akta.
Sedangkan
pada perubahan pada salinan akta berbeda halnya dengan perubahan pada minuta
akta akta, disebab pada dasarnya sangat jarang sekali ditemukan salinan akta
dilakukan perubahan. Karena setiap notaris sebelum mengeluarkan salinan akta
sudah terlebih dahulu mengecek secara rinci dan teliti, apabila ada perubahan
pada minuta akta dan dengan segera melakukan perubahan pada minuta akta,
sedangkan nantinya pada salinan akta yang dikeluarkan oleh notaris sudah tidak
ada lagi tulisan perubahan disebelah kiri seperti pada halnya di minuta akta
melainkan hanya pada bagian penutup akta tetap ditulis “dibuat dengan memakai 1 (satu) perubahan, yakni
karena coretan dengan gantian, “dikeluarkan
sebagai salinan yang sama bunyinya. Meskipun demikian perubahan pada salinan
akta yang telah keluar tetap dapat dilakukan akan tetapi yang” dirubah merupakan
kesalahan penulisan atau sering dikenal dengan istilah misstyping atau
salah ketik yang lazim dialami oleh setiap notaris dan hal salinan belum sampai
ke tangan para penghadap.
2. Pengaturan
tentang Perubahan Akta
Stuktur
dalam pembuatan akta akan menghasilkan produk hukum yakni akta autentik atau
akta notaris. Struktur yang dijabarkan dalam pembuatan akta autentik dimulai
dari awal akta, isi akta sampai dengan penutup akta merupakan satu kesatuan
yang saling bertalian dengan yang lain sehingga hal yang dirumuskan mulai dari
awal akta, isi akta sampai dengan penutup harus benar-benar dilaksanakan secara
teliti menurut ketentuan dan tata cara pembuatan akta, dalam proses pembuatan
akta notaris tidak luput dari kesalahan, kesalahan yang lazim terjadi salah
satunya adalah kesalahan pengetikan dan dapat dirangkum dalam 2 (dua) proses
yaitu :
1.
Proses prapenandatangan
2.
Proses penandatanganan
Pada
proses prapenandatangan, lazimnya notaris atau pegawainya akan melakukan konsep
akta terlebih dahulu sesuai keinginan para pihak. Kemudian, notaris melakukan
pengecekan kembali terhadap minuta akta pada saat akta dibacakan pada proses penandatanganan,
akta diharapkan tidak lagi terdapat kesalahan pengetikan atau perubahan pada
isi aktanya. Namun, jika ada perubahan, baik terhadap kesalahan tulis,
kesalahan ketik, atau kesalahan pada substansi dari isi akta tersebut, disini
para pihak dapat dilibatkan pada pembetulannya, yakni dengan paraf atau
penandatanganan di sisi kiri akta sebagai tanda bahwa mereka telah mengetahui
dan menyetujui perubahan tersebut, tidak jarang dijumpai perubahan yang baru
disadari harus dilakukan setelah minuta akta ditandatangani. Dengan kata lain,
notaris atau pegawai notaris baru menyadari ada kesalahan setelah para
penghadap pulang. Setelah minuta akta ditandatangani, maka selanjutnya notaris
akan mengeluarkan salinan. “Salinan
ini kemudian melewati 2 (dua) tahapan, yakni:
a. Salinan
yang belum dikeluarkan, yang dikarenakan:
1) Salinan
belum ditandatangani notaris .
2) Salinan
telah ditandatangani notaris, namun belum diberikan atau diambil oleh penghadap
yang bersangkutan.
b. Salinan
telah dikeluarkan, yaitu;
1) Salinan
sudah ditandatangani notaris, namun belum diserahkan kepada penghadap.
2) Salinan
sudah ditandatangani dan sudah diserahkan kepada penghadap.”
Minuta
“akta yang telah
jadi dan dibacakan serta telah ditandatangani oleh para pihak menurut ketentuan
UUJN, terhadap isi akta dilarang untuk diubah dengan, diganti, ditambah,
disisipkan, dihapus; dan /atau ditindih.Isi akta merupakan bagian dari badan
akta, isi akta ini sebagaimana dimaksud memuat tentang keinginan dan kehendak
para pihak yang memuat tentang ketentuan dan syarat (term and condition).” Menurut Habib Adjie, akta
notaris setidaknya mengalami 3 (tiga) perkembangan, “pertama dengan tulisan tangan, kedua dengan
mesin tik (manual), ketiga pengetikan dengan komputer. Penulisan akta dengan
tulisan tangan atau dengan mesin tik manual mempunyai tingkat ketelitian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pengetikan menggunakan komputer. Untuk notaris
zaman sekarang, ini suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan jika akta
notaris ditulis tangan oleh notaris sendiri meskipun hal tersebut boleh untuk
dilakukan. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan dengan cara apa
penulisan akta notaris dilakukan dan tidak jarang ketika akta tersebut sudah
beredar, ternyata oleh para pihak dan juga notaris sendiri dibaca kembali
ternyata ada”
kesalahan ketik.[1]
Perubahan
seperti pergantian, penambahan, pencoretan, penyisipan, penghapusan atau
ditindih dapat dilakukan. UUJN tidak memaksakan suatu perbuatan merubah isi
akta secara langsung, tetapi Pasal 48 ayat (3) UUJN menjelaskan jika perubahan
secara langsung akan menyebabkan kekuatan pembuktian yang tadinya kekuatan
pembuktiannya adalah autentik maka pelanggaran perubahan dengan mengganti isi
akta secara langsung menyebabkan kekuatan pembuktian menjadi akta dibawah
tangan.
Oleh
sebab itu, “UUJN sudah mengantisipasi hal seperti terjadinya kesalahan
pengetikan dan lain sebagainya akibat kurang ketelitian notaris dalam membuat
akta, yaitu dengan aturan yang yang sering disebut dengan perubahan. Adapun
penjabaran secara garis besar terhadap tata cara melakukan perubahan isi akta
sesuai UUJN Pasal 49, Pasal 50, dan
Pasal 51 UUJN, seperti dalam Pasal 49 UUJN yaitu, setiap perubahan atas akta yang
dilakukan dengan cara diganti, ditambah, dicoret, dan disisipkan dapat dibuat
di sisi kiri akta.”
Dalam
hal suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, perubahan tersebut
dibuat pada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang
diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan., dan perubahan yang dilakukan
tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal. Pasal
50 UUJN yaitu, jika dalam akta “perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka,
pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan
yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret
dinyatakan pada sisi kiri akta. Pencoretan dapat dinyatakan sah setelah diparaf
atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan notaris, dan pada
penutup setiap akta dinyatakan tentang ada” atau tidak adanya perubahan
atas pencoretan. Pada Pasal 51 UUJN memberikan kewenangan kepada notaris untuk
membetulkan kesalahan tulis atau kesalahan ketik yang terdapat dalam minuta
akta yang telah ditandatangani.
Pembetulan
“tersebut dilakukan
di hadapan penghadap, saksi dan notaris dengan cara membuat berita acara dan
dicatatkan pada minuta akta atas hal tersebut, kemudian salinan berita acara
tersebut wajib disampaikan kepada para pihak (penghadap) yang namanya tersebut
dalam” akta.[2] Kewenangan
tersebut dilakukan oleh notaris dibatasi untuk 2 (dua) hal saja karena,
kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik. “Pembetulan dapat dilakukan selama sepanjang tidak merubah
substansi kata atau kalimat atau maksud dan tujuan para pihak yang tersebut
dalam akta.”